1. Memperbaiki Niat
Tidak bisa
dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan.
Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan
hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat
ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan
berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).
Ibnul-Mubarak berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya” (Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits).
2. Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum Bertamu
Adab ini sangat
penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap
muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang
harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia
dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana
dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak
seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam
padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan.
Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.
Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.
3. Menentukan Awal dan Akhir Waktu Bertamu
Adab ini sebagai
alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh
waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas
selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun
yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka
hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang
sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فإذا قضى أحدكم نهمته من وجهه فليعجل إلى أهله
“Apabila
salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya,
maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu
Wajah muram dan
tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa
yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut,
baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam,
dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia telah
berfirman :
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” (QS. Al-Hijr : 88).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata : [ألن لهم جانبك, كقوله: {لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم}] “Maksudnya bersikap lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق
“Janganlah
sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun
hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” (HR. Muslim).
Selain berwajah
ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan
adalah hendaklah ia berkata baik dan benar. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam dengan tegas telah memebri peringatan :
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam Arba’in Nawawi nomor 15).
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menggandengkan kata iman dengan
pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak
mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti :
imannya tidak sempurna). Hukum asal dari perbuatan adalah diam.
Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang
baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan
mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu
domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat
kelak kecuali dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إن الرجل ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يزل بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar